Keluarga Alamanda

Icon

. cerita bunda . cerita keluarga mahayattika .

Menggali potensi, memberi manfaat

Rejeki itu pasti, kemuliaan yang dicari 

Maka adalah SALAH ketika kita melalaikan sesuatu yang menjadi amanah kita, karena mengkhawatirkan sesuatu yang sudah Allah janjikan (Septi Peni)

Ini makjleb pisan.

Sebenarnya apa prioritasmu?

Tugas kita toh hanya taat, menjalankan perintahNYA, menjaga amanahNYA. Bukan kita para ibu yang harus bertanggungjawab atas rezeki keluarga kita, apalagi rezeki itu pun sudah tertulis. Tak perlu kita kejar-kejar sehingga mengorbankan amanah besar yang ada di pundak kita : anak-anak.

Adapun Allah menciptakan kita punya peran peradaban yang spesifik, untuk bisa memberi manfaat kepada orang lain. Menjadi produktif, tidak semata-mata diukur dengan rupiah dan gelimang materi.

Maka menemukan misi penciptaan diri ini adalah keharusan. Karena Allah juga melengkapi kita dengan bakat dan kekuatan untuk menjalankan misi tersebut. Potensi unik yang paduannya yang hanya dimiliki oleh diri kita, untuk menjalankan misi spesifik yang Allah sudah gariskan.

Dan inilah ikhtiar saya menemukan potensi kekuatan diri, salah satunya Talent mapping. Ini adalah assesstment saya yang ke-7. Iya, ke-TUJUH 😀 . Dua kali assestment ST-30 awal di website itu, lalu 2x ikut yang full assessment saat ikut TOT Talent Mapping bersama Abah Rama di kantor LeadPro, Rawamangun. Lalu ketika mengerjakan tulisan ini, kembali melakukan assessment ST-30 di websitenya. Dan memang, tidak selalu sama hasilnya. Memang tidak mudah buat saya untuk melepaskan “tuntuntan” dari lingkungan terhadap apa yang seharusnya saya suka dan bisa. Sepertinya saya perlu benar-benar merenungi, mana aktifitas yang benar-benar saya suka, bukan yang seharusnya saya suka. Tapi ada yang  selalu muncul dan memang kecenderungan hati saya kesana.

st-30-lintang-6des

Dan inilah 7 irisan kekuatan dominan saya yang saya yakini memang demikian adanya (duh bahasanya..) :

  1. Administrator anda adalah orang yang teratur, rapih, suka melayani dan segala sesuatunya harus direncanakan
  2. Distributor, selalu berpikir “pasti ada jalan dan atau cara yang lebih baik”
  3. Educator, selalu ingin memajukan orang lain dan senang melihat kemajuan orang
  4. Communicator senang mengkomunikasikan sesuatu yang sederhana menjadi menarik
  5. Seller, suka berhubungan dengan orang , baik utk mempengaruhi, bekerjasama atau melayani, dan bertanggung jawab
  6. Server, suka melayani orang lain dan mendahulukan orang lain ,
  7. Treasury, analitis , rapih , teratur dan bertanggung jawab.

Dan potensi kelemahan saya semua yang terkait dengan Generating Idea, hal-hal berfikir jauh ke depan yang membutuhkan pemikiran dan analisa mendalam (visionary, strategistexplorer, evaluator, creator) cenderung nrimo dan tidak kepo hehe, bahasa lainnya : ga kritis. Dan memang, melakukan aktifitas-aktifitas ini bagi saya sangat menyita energi.

Lalu saya juga me-list aktifitas-aktifitas ke dalam Kuadran Bisa – Suka, seperti di bawah ini

quadran-suka-bisa-6des

Kuadran I (Suka & Bisa)

  • Mengorganize barang/data agar mudah ditemukan
  • Mengulik angka dan data dan menyajikannya dalam bahasa yang mudah dipahami
  • Memahami emosi seseorang bahkan yang implisit melalui kata-kata atau gestur
  • Menjelaskan sesuatu agar orang bisa mengerti
  • Meyakinkan orang untuk membeli/memakai sesuatu karena paham akan kebutuhan orang tersebut
  • Mengerjakan sesuatu yang butuh ketelitian, rutin, dan tidak terlalu banyak variasi yang menuntut pemikiran lebih
  • Membuat barang-barang DIY dengan ATM
  • Merencanakan keuangan keluarga (membuat cashflow)

Kuadran II (Suka – Tidak Bisa)

  • Hal yang berbau visual art. Saya merasa memiliki taste disain yang lumayan. Namun terkendala tidak menguasai software grafis ataupun foto/videografi.
  • Beberes rumah, saya suka, tapi tidak tahu harus memulai dari mana. Ingin sekali belajar tentang teknik ini seperti teknik konmari.
  • Berkebun, mengolah sampah. Idealisme saya mengatakan saya harus melakukan ini dan saya memang ingin sekali tahu lebih banyak tentang ini.
  • Memasak, mengolah masakan. Setelah dijalani, ternyata saya menikmati kegiatan memasak. Apalagi kalau ada yang bantuin urusan menyiangi dan mencuci bahan masakan, kupas ulek bawang, dan beberes paska masak (wkwkwk) tapi saya merasa insting “rasa” saya belum teruji, memang perlu menambah jam terbang untuk ini.
  • Kerajinan tangan seperti merajut, menjahit, quilting, patchwork, dll. Saya ingin sekali mempelajarinya.
  • Menjual barang. Saya senaaang, dan antusias bila bisa menjual barang. Saya suka menerima uang dari hasil dagangan, kulakan dengan harapan barang tersebut laris terjual, stok opname, dan mengirimkan paket. Meskipun mungkin keuntungannya tidak seberapa, atau secara itung-itungan bisnis mungkin gak masuk akal.

Kuadran III (Tidak Suka – Bisa)

  • Menjadi duta lembaga/organisasi. Pada dasarnya saya tidak suka. Saya khawatir perkataan/sikap saya yang salah bisa membawa pengaruh buruk pada lembaga yang saya bawa. Tapi akhirnya saya belajar dan bisa. Meskipun apa yang memang bukan menjadi bakat saya, dan tidak disukai hanya akan menghasilkan sesuatu yang minimalis.
  • Menganalisa suatu penyebab yang mengharuskan menelusuri jauh ke belakang. Saya tidak suka. Pertama, karena ingatan saya parah. Perlu energi besar untuk mengingat-ingat peristiwa yang lalu. Dan ini tidak menyenangkan. Kedua, saya terlalu melankolis, atau spiritualis? yang percaya apa yang terjadi semua adalah kehendak Allah, yang.. sudahlah, mo ngapain lagi sih diungkit-ungkin. Masa lalu biar berlalu, masa depan biar jadi kejutan 😀
  • Mengambil keputusan yang menyangkut orang banyak. Saya tidak suka berada dalam posisi decision maker yang memiliki otoritas membuat kebijakan. Saya tidak suka mendzolimi orang lain dengan keputusan salah yang saya ambil. Tapi sering sekali berada dalam posisi ini, yang akhirnya saya berupaya untuk mendengar aspirasi, melakukan musyawarah dan memastikan satu-per-satu orang yang sekiranya akan menerima impact dari keputusan itu.
  • Membuat kurikulum/disain pembelajaran jangka panjang yang terstruktur. Saya terlalu ingin sempurna, dan kegiatan ini akan menyita energi saya karena saya akan memikirkan segala aspek, dampak dan segala tetek bengek yang mungkin seharusnya tidak perlu. Meskipun saya merasa bisa melakukannya karena bisa berempati terhadap kebutuhan pendidikan, tapi ini bukan hal yang mudah untuk saya lakukan.

Kuadran IV (Tidak Suka – Tidak Bisa)

  • Trouble shooting segala hal tentang komputer ataupun barang elektronik. Ya, maka saya bersyukur telah berani mengambil keputusan tepat untuk mundur sebagai peneliti komputer. Saya tidak suka gambling terhadap sesuatu yang tidak pasti. Trouble shooting, berarti trial error untuk mencari dimana letak kesalahan. Hal ini butuh ketelitian, pemahaman terhadap mesin/coding, rasa skeptis, couriosity yang tinggi. And it’s not me.
  • Menyampaikan opini di muka publik baik secara lisan/tulisan. Saya terlalu takut salah. Mungkin kurang baca juga, sehingga wawasan saya terhadap berbagai sudut pandang, terbatas. Saya pun tidak bisa menyusun kata-kata dengan sistematis. Dan saya takut pernyataan saya menyakiti orang lain.
  • Basa-basi untuk mengakrabkan diri. Saya lebih memilih diam, tidak berusaha sok dekat, atau ingin dekat. Bagi saya, ngobrol ngalor ngidul basa-basi adalah perkataan yang mubazir. Toh saya tidak akan ingat di kemudian hari (remember, ingatan saya parah).

Jadi, inilah saya. Kira-kira, apa kekuatan yang bisa saya optimalkan agar bisa produktif memberi manfaat untuk orang lain?

Filed under: Bunda, , , , ,

Membenahi diri – Bunda Cekatan

Memang sepertinya waktu 24 jam itu kok kurang banget. Belum ini, belum itu. Ga berasa udah malem lagi, trus seharian tadi udah ngapain aja ya? Ternyata banyak “pencuri waktu” yang ga disadari.

Di artikel tentang pengelolaan waktu ini, dijelaskan tentang ide pengelompokan waktu oleh Dwight D. Eisenhower, yang kemudian dipopulerkan oleh Stephen Covey dalam bukunya “7 Habits of Highly Effective People” yang membagi aktiiftas menjadi 4 kuadran berdasarkan tingkat kegentingan dan kepentingan-nya yaitu, sbb :

Kuadran 1 : Penting dan mendesak

yang termasuk dalam kudaran ini adalah hal-hal darurat dan kritis, seperti kebakaran, sakit, kerusakan atas barang produktif, dll  — atasi sekarang juga

Kuadran 2 : Penting tapi tidak mendesak

yaitu tujuan-tujuan strategis dan jangka panjang. Hal-hal yang kita anggap penting, dan membutuhkan konsentrasi dan pengerjaan yang hati-hati, letakkan di kuadran ini  — Fokuskan waktu untuk ini

Kuadran 3 : Tidak Penting tapi Mendesak

yaitu segala interupsi dari luar yang tidak terprediksi, ataupun yang secara tidak langsung kita munculkan karena menunda pekerjaan di Kuadran 2, sehingga yang tadinya bisa dikerjakan santai dan fokus, jadi seadanya karena ada time limit yang sempit  — Hindari

Kuadran 4 : Tidak Penting dan Tidak Mendesak

segala aktifitas yang tidak sejalan dengan pencapaian jam terbang, tidak mendukung misi hidup, tidak ada dalam jadual aktifitas harian, tapi tetap dilakukan :D. Awalnya hanya curi-curi sedikit, sambil isi waktu, akhirnya malah keasyikan dan lupa prioritas utamanya. Ya inilah yang menjadi pencuri waktu. Makanya, perlu banget mengatur jadwal di waktu-waktu ini agar tidak kebablasan karena merasa tidak ada limit — Batasi

Di artikel yang sama, juga disebutkan, bahwa penundaan adalah kebiasaan yang berbahaya. Dia adalah silent time killer, yang mengacaukan jadual yang sudah dibuat rapi. Bila satu waktu saja kita menunda-nunda melaksanakan apa yang seharusnya kita lakukan di dalam jadual yang telah dibuat, maka merembet dan berantakanlah semua. Maka tepat sekali ketika Allah mengingatkan kita dalam surat cintanya :

“Maka apabila kamu telah selesai dari satu urusan maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain”. (QS. Al-Insyirah: 7)

Dan penundaan itu biasanya disebabkan karena tidak ada goal yang jelas, tidak ada jadual yang mengatur, dan tidak ada prioritas yang ditetapkan. Baiklah, saya akan coba me-list 3 prioritas penting saya dalam aktifitas setiap hari :

  1. menjalankan amalan yaumiah yang ditargetkan
  2. memastikan kebutuhan anak-anak dan suami terpenuhi
  3. mengembangkan diri dan mengejar ‘jam terbang’

Maka ketiga hal ini haruslah menjadi prioritas dalam jadwal harian saya.

Dan harus mewaspadai terhadap aktifitas yang tidak penting yang kerap jadi pencuri waktu saya :

  1. Online tanpa target yaitu membuka medsos, yang akhirnya berujung pada stalking atau browsing-browsing ga terarah
  2. Survei di lapak online
  3. Ngobrol dengan rekan kerja yang diluar konteks kerjaan, berujung pada ghibah dan tertundanya pekerjaan.

Setelah identifikasi aktifitas penting –  tidak penting ini, maka saya akan lebih mudah mengingat apakah aktifitas yang saya lakukan ini produktif untuk menambah jam terbang kepakaran saya atau tidak.

Sebenarnya pada NHW#2 kemarin saya sudah membuat daily timeline, dan juga sudah merevisinya di NHW#4. Namun perlu ditegaskan lagi untuk cut-off waktu agar lebih mudah diaplikasikan. Karena saya bekerja di sektor publik, lebih mudah bagi saya untuk membuat cut off karena saya terikat jam kerja. Evaluasi saat ini, saya sering melakukan aktifitas tidak penting di atas yang membuat waktu pulang saya ke rumah semakin sore, sehingga waktu pertemuan saya dengan anak-anak kurang panjang. Saya juga pulang sore karena seringkali harus ‘membayar telat’.

Maka saya menetapkan pk. 07 – 17 sebagai cut-off  dari rutinitas harian. Saya perlu mengefisienkan betul waktu saya di kantor sehingga saya bisa pulang sesegera mungkin dan melakukan aktifitas di rumah untuk menambah jam terbang saya sebagai bunda sayang dan bunda cekatan.

Efisiensi waktu saya di kantor yaitu 07.30 sampai 16.00 saya jadikan waktu dinamis untuk menambah jam terbang saya. Dari mulai tazkiyatunnafs, menambah kafaah agama melalui kuliah tauhid online, mengerjakan amanah saya di komunitas dan yayasan, memaintain lapak buku saya, dan tentunya menambah kapasitas dan pengetahuan saya di peran hidup saya, yaitu dunia Laktasi.

Bismillah.. Ya Allah bimbing saya..

Filed under: Bunda, , , , , ,

KM 0, perjalanan itu dimulai dari sini

One bite at a time

Banyak ilmu yang ingin dipelajari dalam universitas kehidupan ini. Sering rasanya diri ini ingin tau semua hal, ingin mempelajari semua hal, merasa kurang, merasa takut ketinggalan yang lagi update. Ada rasa bila ikut tau tentang sesuatu tersebut, maka akan jadi emak-emak kudet yang gak bisa ngikutin tantangan jaman. Euuh… berat banget pressurenya. Ini yang akhirnya membuat saya panik, dan bingung. Ikut seminar ini, ikut pelatihan itu, cari tau tentang metode nganu, ngikut-ngikut pendekatan nginu dan kepanikan lain. Dan benar saja. Pada akhirnya hanya tau kulit -bahkan baunya saja-, tidak sampai ke daging. Dan sedikiit pengetahuan dari banyak cabang itu bukannya membuat tambah bijak selayaknya ilmu padi, tapi makin membuat kepanikan.

Maka benarlah, satu hal yang harus saya lakukan lebih dahulu adalah menetapkan ilmu yang ingin saya pelajari di universitas kehidupan ini. Yang tentunya seiring dengan misi keluarga kami.

Jika Keluarga Cahaya adalah yang kami sepakati sebagai gen keluarga kami, yang harapannya keluarga kami dapat memberikan cahaya manfaat untuk lingkungannya dengan kesamaan potensi saya dan suami sebagai edukator dan orang yang senang berbagi manfaat. Namun tentunya, kita dapat berbagi bila kita memiliki sesuatu untuk dibagi. Kami meyakini, untuk berbagi dengan apa yang kami punya, dalam artian, tidak menunggu sempurna atau menunggu berlebih untuk bisa berbagi. Berbagi sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Dan berbagi itu tidak selalu bicara tentang materiil. Dan untuk mencapai hal tersebut, tentu kami harus punya karakter dan skill yang dapat mendukung kami untuk berbagi, sesuai bidang dan kepakaran masing-masing. Maka kami harus menguatkan dulu di dalam keluarga kami. Ibarat ember yang penuh bisa memberi kucuran ke sekitarnya.

Mempelajari ilmu satu persatu, melakukannya satu persatu.

Kalau gak fokus pada misi, maka akan kemana-mana, gak jelas, gak ada yang bener. Maka ‘mencapai tujuan’ hanya akan menjadi mimpi di siang bolong.

Memantapkan kembali jurusan dalam  Universitas Kehidupan

Mereview lagi NHW#1, ketika ditanya apa jurusan yang ingin diambil di universitas kehidupan, dan saya jawab saya ingin mempelajari Dunia Laktasi. Hmm.. tidak sepenuhnya melenceng. Tapi melalui NHW berikutnya, sepertinya ada hal urgent lain yang seharusnya saya kuasai sebelum itu. Ada hal yang disebut prioritas amal. Karena saya tipe orang yang “ingin menyelesaikan sesuatu dengan sempurna, mumtaz, dan sulit untuk move-on bila masih ada hal yang tertinggal”. Jadi ketika saya memaksakan untuk terus berjalan -mengabaikan pekerjaan yang belum tuntas- hati, fikiran dan perasaan bersalah saya akan terus menghantui dan mempengaruhi mood saya. Dan ujung-ujungnya saya tidak akan maksimal melanjutkan pekerjaan lainnya sebelum melangkah mundur dan menuntaskan yang tersisa.

Dan saya berubah fikiran. Saya mantap untuk menuntaskan dulu urusan “ke dalam”. Sebelum bisa optimal memberi manfaat. Saya harus perkuat diri saya untuk bisa menuntaskan amanah saya sebagai ibu terutama di masa-masa emas pre akil baligh anak-anak yang tidak akan terulang. Maka jurusan yang ingin saya pelajari di universitas kehidupan ini adalah mata kuliah : Ibu Profesional.

Saya tidak ingin melewatkan kesempatan emas amanah mendidik anak-anak dan bekerja keras untuk membangun peradaban dari dalam rumah. Bila suami sebagai nahkoda, pemimpin perjalanan kami yang membuat keputusan rute yang akan kami lalui, maka saya adalah machine engineer-nya yang memastikan kendaraan yang kami pakai ini senantiasa dalam keadaan laik jalan. Memastikan mesin tidak panas, tidak jumud dan bosan dengan memberi aktifitas-aktifitas yang menyegarkan . Mengontrol oli dan bensin selalu tersedia, memastikan supply makanan halal toyyiban. Saya memastikan kendaraan kami ini menjadi kendaraan yang nyaman, tempat pulang setelah aktifitas. Baik nyaman secara suasana, anggota keluarganya, maupun secara fisiknya. Saya akan mendeteksi bila ada gangguan mesin dan segera menelurusi penyebab dan mendiskusikan solusinya bersama sang nahkoda.

Namun saya juga menyadari. Peran publik saya tidak bisa dilepas begitu saja. Saya bekerja di kantoran, dan juga memegang amanah di yayasan dan komunitas. Maka yang akan saya lakukan adalah menyesuai porsi berdasarkan prioritas saya.

Disiplin untuk Memantaskan diri

Sebelumnya di NHW#2 saya sudah membuat Indikator Ibu Profesional versi saya. Yang ternyata setelah saya baca ulang.. sangat tidak sistematis.. hahaha. Sedikit banyak, indikator itu sudah mewakili keinginan saya untuk memperbaiki peran saya sebagai ibu dan istri sebelum akhirnya menjadi orang yang bisa memberi manfaat untuk orang lain. Tapi ya itu.. masih lompat-lompat. Akhirnya saya revisi kembali indikator tersebut, saya kelompokkan berdasarkan waktu. Mana yang target bulan tertentu, mana yang mingguan dan mana yang harian. Dan saya turunkan target-target itu ke dalam aktifitas harian, jam per jam.

Namun, sepertinya masih harus direvisi sedikit lagi. Agar bisa lebih terukur, produktif dan sesuai dengan prioritas ilmu yang ingin saya pelajari.

Mendeskripsikan Peran Hidup

Setelah merenung kembali tentang kekuatan dan potensi diri, peran asasi sebagai ibu dan juga misi keluarga, bismillah saya coba untuk meraba peran hidup yang telah Allah gariskan melalui berbagai pengalaman, pertemuan, peristiwa yang saling terkait dan menyusun suatu gambaran utuh

Misi Hidup : meningkatkan kualitas hidup generasi muslim dengan ASI
Bidang : laktasi
Peran : Educator

Tahapan belajar

Untuk mencapai peran hidup saya, dimana ada 10.000 jam yang harus dijalani untuk mencapai tingkat mahir, tentunya saya harus atur betul tahapan ilmu yang akan saya pelajari. Dan tentunya harus dibagi porsinya untuk belajar bagaimana menjadi ibu profesional. Sehingga saya tidak menjadi ibu yang kuat keluar, tapi kosong di dalam. Maka saya akan memulai untuk memfokuskan pembelajaran saya sesuai porsi dan prioritas yang sudah saya tetapkan dan memulainya mulai saat ini, ya ini KM 0 saya. Di mana saat ini saya melangkahkan langkah pertama saya untuk mengawali perjalanan ribuan KM berikutnya. Inilah titik balik saya.

Bila saat ini usia saya menuju 33 tahun, saya punya waktu 7 tahun lagi hingga usia saya mencapai 40 tahun. Ya, “Life’s begin at fourthy” dalam Islam pun, angka 40 disebut dalam al Qur’an dan beberapa hadist. Mengisyaratkan, pada usia itulah biasanya manusia bisa fokus mempersiapkan bekal untuk kembali ke akhirat. Di usia 40 tahun nanti insyaAllah aku sudah siap menjadi seorang edukator laktasi dengan pengalaman matang dan pengetahuan mendalam di bidang ini.

Karena itu sebelum usia 40 tahun itu aku harus sudah selesai dengan fokus jurusanku saat ini, yaitu menjadi Ibu Profesional, yang kutargetkan selesai di usia 36 tahun, yaitu 3 tahun lagi. Kenapa kugegas, karena pada usia itu pun Bagas si bungsu memasuki usia 7 tahun, tahapan baru dalam milestone pengasuhan dan perkembangannya. Di 3 tahun pertama itu, aku akan mengutamakan prioritasku mencapai Ibu Profesional, sehingga untuk pencapaian 10,000 jam, dalam 3 tahun atau sekitar 1150 hari aku perlu mengalokasikan waktu 8-9 jam setiap harinya. Tentunya ini mencakup kegiatan pengembangan pengetahuan, pelatihan dan praktek langsung keseharian sebagai seorang ibu.

Di luar itu, porsi untuk 10,000 jam menjadi edukator di bidang laktasi kualokasikan sekitar 1 jam/hari. Sehingga dalam waktu 3 tahun itu, kurang lebih 1,000 hari, aku sudah mencapai 1,000 jam pengalaman.

Targetku 4 tahun berikutnya aku bisa totalitas menuntaskan 8,850 jam yang dibutuhkan untuk mengembangkan diri dalam menuju peran hidupku mengedukasi masyarakat kembali ke ASI. Sehingga pada periode kedua ini, aku mengalokasikan waktu 6 jam setiap harinya.

Dan inilah targetan milestone periode pertama yang kutetapkan untuk mencapai Ibu Profesional :

KM 0 – KM 1 (tahun 1) : Menguasai dan mengamalkan Ilmu seputar Tazkiatun Nafs, Parenting Nabawiyah, dan Bunda Sayang

KM 1 – KM 2 (tahun 2) : Menguasai Ilmu seputar Bunda Cekatan dan Bunda Produktif

KM 2 – KM 3 (tahun 3) : Menguasai Ilmu seputar Bunda Sholeha

 

Milestone periode kedua untuk mencapai edukator laktasi :

KM 3 – KM 4 (tahun 4) : Menguasai beberapa teknik konseling dan terapi

KM 4 –  KM 5 (tahun 5) : Menguasai teknik grafis dan multimedia untuk membuat konten edukasi

KM 5 – KM 6 (tahun 6) : Menguasai teknik memfasilitasi dan publik speaking

KM 6 – KM 7 (tahun 7) : Menguasai ilmu seputar intervensi sosial dan pengelolaan komunitas

 

Pengejewantahan konkrit

Perencanaan dan mimpi ini tidak akan terwujud bila tidak sampai diturunkan sampai ke aktifitas harian. Dan saya kembali merevisi jadwal harian saya sehingga menu-menu belajar yang sudah ditargetkan tadi mendapat waktu yang sesuai dengan rancangan.

Semoga Allah meridhoi apa-apa yang saya niatkan ini. Semoga tulisan ini menjadi langkah awal saya menjadi The new Me, saya yang lebih terstruktur, saya yang senantiasa bergerak menuju titik yang saya tuju.

 

 

Filed under: Bunda, , , , , , , , , , ,

Membangun Peradaban dari Dalam Rumah

#NHW3 ini yang bikin saya stuck karena sulit menuliskannya. Dan berujung dengan telat mengumpulkan dan merembet ke NHW berikut-berikutnya. Ya karena diminta untuk jatuh cinta kembali ke suami. Bukan karena tak cinta, atau karena tak ada respon. Tapi karena saya sulit menuliskannya dalam kata-kata. Padahal tugas surat cintanya sudah dibuat, sudah diberikan, tapi penulisan NHW nya yang mandeg.

Dan karena saya sudah nunggak 3 buah NHW, baiklah.. Allahummapaksakeun. Bismillah..

a. Jatuh cinta kembali

Jadi begini ceritanya.

Dari awal saya kepo-in Multiply laki-laki yang sekarang jadi bapaknya anak-anak, saya udah yakin , “He’s the one”. Entah kenapa, rasa “klik” itu muncul ketika membaca idenya via tulisannya di blog. Saya tidak kenal dengannya sebelumnya. Saya baru pindah dari ibukota, ke kota kembang karena diterima bekerja di LIPI. Saat itu saya yang terbiasa punya aktifitas, sedang mencari kegiatan lain di luar kerjaan. Dan Allah mempertemukan kami di dunia maya. Berlanjut dengan tawaran dia untuk ikut bergabung dalam lembaga dakwah sekolah, sebutlah LP2I, dan bantu-bantu alumni rohis sebuah SMA di Dago. Kebetulan sebelumnya saya memang terjun di dakwah sekolah, jadi tawaran itu saya terima dengan semangat.

Beberapa bulan setelah itu, Lelaki ini menyatakan ingin mengkhitbah, menemui orang tua saya. Singkat cerita, kami akhirnya menikah. Ternyata firasat saya memang benar sejak 9 bulan sebelumnya kami “bertemu” pertama kali di multiply. Ternyata memang kami berjodoh :p Saya memang pernah membuat proposal pernikahan, yang di dalamnya ada kriteria-kriteria calon pendamping yang saya harapkan. Proposal itu dibuat jauh sebelum bertemu dengan si calon suami. Tapi ketika lelaki ini menyatakan niatnya, saya tidak terlalu kenal dia, dan sayapun tidak membaca lagi kriteria tersebut. Rasa itu saja yang membimbing saya mantap menerima pinangannya.

lelakiku

Dan alhamdulillah.. ternyata memang yang namanya jodoh itu saling melengkapi. Saya merasakan sekali bagaimana lelaki ini bisa menambal kekurangan saya. Saya yang terlalu riweuh bin paciweh untuk membuat keputusan kecil sekalipun, selalu bisa mengandalkan dirinya yang tegas dan berani mengambil resiko. Saya yang ternyata kuper banget, sangat terbantu dengan dirinya yang tau segala hal dari mulai pendidikan anak sampai kegiatan intelijen. Saya yang suka disorientasi arah, sangat terbantu dengan dirinya yang emang tukang jalan. Yang hafal jalan-jalan tikus, peristiwa yang pernah dialami di daerah situ, sampai sejarah dan kisahnya.

Dia yang tidak pernah protes, meskipun skill masak saya begitu-begini aja. Gak pernah komplen saat rumah berantakan luar biasa, karen saya yang “asalnya” rada perfeksionis ini udah stress dan merasa ga enak banget dengan kondisi berantakan, kebayang kalo ditambah tuntutan suami yang ingin rumah rapi dan bersih selalu.

Dia yang menjalankan peran “kepala sekolah”nya dengan baik, memberi arahan pendidikan anak-anak dan mengejewantahkan visi keluarga pada mereka. Tidak sungkan untuk berbagi peran mengasuh dan mendidik anak, dari mulai menceboki anak, sampai bersusah payah demi anak-anak dapat pengalaman baru dalam hidupnya. Yang sangat terlibat dan peduli dengan tumbuhkembang anak-anak, bahkan sejak mereka masih dalam kandungan, masa-masa perjuangan ASI dan MPASI, hingga saat ini. Bahkan dia juga ikut mengajak ayah dan suami-suami lain untuk ikut terlibat dalam pengasuhan anak dengan AyahASI dan #ayahMain -nya. Makin terlihat “sexi” dia di mata saya 😀

Dia yang selalu mendukung semua rencanaku untuk mengembangkan diri. Mau jualan baju anak online, dia nyariin softloan untuk modal, nganterin kulakan baju, promosiin toko, ngirim paket, dll dan ternyata mangkrak gitu aja karena aku akhirnya sadar kalo jualan baju itu ga cocok buatku :p selalu mensupportku sepenuh hati, untuk belajar hal baru. Mau jadi babysitter anak-anak saat saya ikutan pelatihan atau ngajar kelas. Dan hal-hal lain yang membuat saya merasa sangat didukung untuk mengembangkan diri.

Ya, mengingat moment-moment pertemuan saya dan suami, mengingat hal-hal “kecil” yang ternyata sangat berarti buat saya, juga betapa kami saaangat saling melengkapi, membuat getar-getar cinta ini kembali bersemi. Dialah memang orang yang Allah ciptakan untuk mendampingi saya. Orang yang menjadi teman perjuangan untuk menjalani peran peradaban saya.

Dan meskipun “surat cinta”, yang ditulis dengan susah payah menata hati karena pada saat itu saya lagi pundung berat sama suami, tidak dibalas dengan sesuatu yang romantis dalam kaca mata telenovela, tapi senyuman dan sorot matanya begitu romantis bagi saya. Cuitcuitt…

b. Berlian dalam diri mereka

Sejak tercerahkan dengan konsep Fitrah-Based Education, saya meyakini bahwa setiap anak itu bukan kertas kosong. Mereka adalah berlian yang menanti untuk digali keluar, digosok, ditempa. Mereka adalah tokoh peradaban dengan perannya masing-masing, yang perlu dikenali, ditemukan, diasah, difasilitasi untuk dikembangkan. Tugas kitalah para orang tua, untuk membantu anak menemukan berlian-nya.

Ketiga anak kami, masing-masing unik dan spesial dengan karakter, minat dan bakatnya. Masih menjadi PR kami untuk menemukembangkan potensi unik mereka itu dan memfasilitasi mereka agar potensinya itu dapat menjadi kekuatannya.

Muhammad Argaza Mahayattika

img_20140208_150043

Gaza (7 th) adalah anak kinestetis. Dia kuat di motorik kasar, seperti lari, lompat, ataupun melakukan aktifitas fisik lainnya. Terutama aktifitas fisik yang menantang, seperti panjat tebing, motorcross, skateboarding, dll. Matanya akan berbinar-binar bila diberi kesempatan untuk mencoba dan membuktikan betapa dia bisa menguasai aktifitas tersebut.

Gaza juga sangat suka tantangan dan kompetisi. Dia bisa mengerahkan seluruh kekuatan dan kemampuannya agar bisa jadi yang no.1. Ya, nomor SATU, bukan nomor dua apalagi lainnya. Saat ini, sifat kompetitif ini yang masih menjadi PR kami agar bisa berimbang dan fair. Bahwa juara 1 bukan segalanya. Kami mempersiapkan Gaza untuk melakukan yang terbaik tapi juga siap menerima kekalahan dan tidak down saat dia tidak menjadi yang terbaik.

Gaza juga kuat dalam mengingat. Apa yang pernah disampaikan, atau dia dengar, dia lihat, meskipun sekilas, terekam jelas dalam ingatannya. Gaza cerdas, dia mampu menghubungkan suatu peristiwa, dengan peristiwa lain yang menurutnya memiliki persamaan. Gaza juga bagus dalam kemampuan linguistiknya. Bila kita tidak pintar, dia bisa ‘memelintir’ ucapan kita untuk ‘menyerang’ kita :p. Atau dia gunakan bahasa negosiasi untuk mendapatkan apa yang dia mau. Saat ini kami sedang membiasakannya sholat 5 waktu, karena usianya sudah masuk tahap pendidikan itu. Dan alhamdulillah, setiap adzan terdengar, dia spontan meninggalkan aktifitasnya dan bergegas ke mesjid. Semoga fitrah ini terus dapat kami pupuk dan tumbuhkan, diiringi dengan pemahamannya akan makna ibadah itu sendiri. Gaza cukup perasa. Tapi dia tidak mengungkapkannya.

Cita-cita Gaza saat ini adalah ingin menjadi Arkeolog, setelah akhirnya dia menyadari bahwa The Flash hanyalah tokoh rekaan, dan tidak bisa bercita-cita menjadi seorang The Flash. Bisa dipahami, Arkeolog. Profesi yang cukup menantang. Mencari fosil dan peninggalan purba, meneliti dan ‘membaca’ situasi pada jaman hidupnya.

Maheswari Filandriani Mahayattika

 

berbentoFilan (5) adalah anak yang tekun. Dia menyukai pekerjaan-pekerjaan detil yang membutuhkan ketelitian, kerapihan dan konsistensi. Hampir setiap hari Filan bangun kemudian langsung menuju tempat belajarnya lalu mengerjakan worksheet, mewarnai, bermain puzzle, dll, dan tidur dengan pensil warna (bahkan gunting) masih dalam genggamannya, di meja belajarnya.

Filan suka merapihkan, mengkategorikan (seperti saya). Saat kakak dan adiknya asyik bikin bangunan dari balok, Filan asyik mensorting sesuai warna, bentuk, merapikan di kotaknya kembali.

Filan memiliki hati yang lapang. Padahal sampai umur ke-4 dia masih suka tantrum ketika kenyataan tidak PERSIS sesuai dengan keinginannya. Padahal dia juga tidak bisa mengungkapkan apa keingingan PERSISnya. Hanya bilang ‘begitu.. begini’, dan hanya dia yang bisa menerjemahkannya 😀 Tapi sekarang, Filan-lah yang pertama mengalah, saat adiknya bersikeras mau topi Pinguin pilihan Filan, Filan akan memberikannya. Lalu ketika adiknya berganti pilihan ingin topi kelinci, pilihan Filan yang baru, Filan dengan senang hati mau menukarnya lagi. Dan ketika kakaknya mau topi Kelinci, Filan pun tidak keberatan menukarnya lagi dan menerima topi yang tersisa, topi Gajah.

Filan juga prefeksionis. Meskipun tidak se-sempurna ketika ia masih lebih muda dari ini. Filan akan bicara ketika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan aturan yang ada. Pada lingkungan yang sudah dia kenali, dia akan mengatur, menasehati, dan menunjukkan apa yang seharusnya dilakukan.

Filan sangat menyukai crafting, atau dalam bahasanya : “bikin-bikin”. Dia bisa sangat asyik dan serius mengerjakan craftingnya. Juga memasak. Dia bahkan bercita-cita untuk memiliki toko kue sendiri. Saya sempat membuatkan video tentang minat dan cita-citanya ini untuk memotivasi Filan 🙂

Filan akan menerima aturan ketika tau apa maksud aturan itu. Ketika diceritakan tentang manfaat sayuran bagi tubuh, dia akan semangat sekali makan sayuran, agar bisa sehat seperti yang diceritakan.

Arjuna Bagaskara Mayattika

bagas-sepeda

Bagas (3 th) adalah anak ekspresif, sanguinis, yang selalu ceria, ramah, dan someah. WOO nya tinggi, seperti ayahnya. Dia senang tampil dan menjadi bahan perhatian orang.

Seperti kakaknya, Gaza. Bagas juga menonjol dalam linguistiknya. Bagas sangat pintar bercerita. Dia bisa bercerita dengan beberapa tokoh, dengan suara yang berbeda, lengkap dengan ekspresi dan mimik wajahnya. Ketika berbicara dengan Bagas, dia akan memberi tanggapan pada setiap perkataan kita. Bahkan sekadar “ooh”, atau “oh iya”. Sangat menyenangkan berbincang-bincang dengan Bagas.

Bagas pun, sangat menyukai aktifitas motorik kasar. Aktifitas yang menantang. Dia termasuk anak yang berani, tidak ragu-ragu saat melakukan aktifitas fisik yang untuk anak seumurannya cukup menantang. Entah karena memang dia belum mengerti resikonya, atau memang nekat 😀

Bagas senang sekali bila bisa “sama” dengan Gaza, gurunya. Bagas juga konkrit, cepat bertindak, gak banyak mikir. Saat Gaza masih bingung memilih donat atau kue, Bagas mengambil keduanya dan tidak menyisakan untuk kakaknya itu. Bagas termasuk anak yang penyuka segala makanan, seperti bundanya. Tidak pilih-pilih makan dan hobi makan.

c. Potensi Diri

Berdasarkan hasil dari Talent Mapping ST30 yang saya lakukan tahun 2015 lalu, saya memiliki potensi kekuatan sebagai Arranger, Educator, Explorer, Mediator, Server dan Treasurer. Dan memang seperti itulah saya. Arranger, saya kurang tahu seperti apa aplikasi potensi ini pada kehidupan saya secara pastinya. Tapi saya  Educator, saya senang mengajar, menjelaskan tentang suatu hal pada orang lain sehingga dia mengerti, berubah perilaku. Saya senang melihat anak didik/binaan saya akhirnya menemukan pencerahan dengan penjelasan saya. Explorer, Saya suka mempelajari sesuatu secara sistematis. Saya akan merasa kebingungan bila hanya menerima ilmu sepotong-sepotong, tidak utuh, tanpa tahu framework besarnya seperti apa. Saya senang bila akhirnya bisa menemukan hubungan antara hal dengan hal lainnya seperti sebab akibat. Mediator, saya tidak suka konflik. Bila tidak sesuai, saya berusaha mempertemukan, atau bila tidak mampu, saya prefer keluar dari konflik itu. Saya seringkali bisa melihat di sebelah mana ketidakcocokan dalam konflik itu berada. Server, saya senang bila bisa bermanfaat bagi orang lain. Saya dengan senang hati akan menjadi relawan yang mengurusi hal-hal yang menyangkut kebermanfaatan untuk banyak orang. Memang sekarang ini saya akhirnya membatasi, untuk mengajukan diri melakukan kerja-kerja ini. Untuk memberi waktu dan tenaga pada aktifitas yang saya prioritaskan. Treasurer, saya senang dengan data-data, angka-angka. Saya senang mengolah data menjadi informasi yang lebih nyaman dibaca dan lebih ‘wow’ tanpa memanipulasi.

Saya juga orang yang (katanya) karismatik. Image positif melekat pada diri saya sehingga orang akan mudah percaya akan perkataan saya (aku berlindung pada syaitan dan memohon ampun pada Allah yang sudah menutup aib-aib ku dihadapan manusia). Saya orang yang tidak tegaan, dan ingin membuat orang lain merasa nyaman.

Bila potensi ini dikaitkan dengan potensi anak-anak, maka saya adalah orang yang akan mengeluarkan potensi anak-anak, memberi mereka teladan, mendorong mereka untuk terus mencoba.

Sedikit banyak saya bisa memahami terusiknya Gaza yang sangat kompetitif, saya pun seperti itu. Dan merasakan betapa jiwa kompetitif ini bila tidak dimanage dengan baik akan membuat kita down, atau malah berhenti belajar karena putus asa tidak bisa menjadi yang terbaik. Saya yang suka crafting, suka printil-printil, senang mengorganize sesuatu, akan jadi cocok bekerjasama dengan Filan yang tekun. Dan saya yang suka menganalisa, akan jadi pendengar yang baik untuk Bagas yang suka bercerita dan mengekspresikan perasaannya. Semoga potensi-potensi personal ini akan tumbuh berkembang dan menjadi potensi kolektif yang membawa manfaat.

d. Peran Keluarga Kami

Kami tinggal di lingkungan “tua” yang tidak sepantar. Tetangga sekililing kami tinggal adalah orang yang lebih pantas menjadi teman bagi orang tua kami, dan kami menjadi anak mereka. Sampai saat ini kami masih menjadi “anak bawang yang tidak tau apa-apa” di antara para tetangga. Jarang diundang rapat RT, arisan, pengajian. Mungkin karena kesalahan kami juga yang tidak meluangkan waktu secara khusus.

Kondisi lingkungan tempat kami tinggal (bukan tetangga yang menempel rumah) tergolong keluarga menengah, dan ke bawah. Punya pekerjaan, anak-anak sekolah. Namun saya melihat akses pengetahuan terhadap pendidikan anak-anak masih mewarisi pendidikan orangtuanya, old school. Semoga saya salah. Untuk informasi mengenai ASI, makanan bayi, termasuk makanan sehat keluarga pun masih banyak terpengaruh promosi media. Banyak anak-anak kecil seusia Gaza yang sudah mempunyai HP, dan saya tidak yakin mereka memiliki kontrol terhadap penggunaan HP anaknya. Kemudian permasalahan sampah dan kebersihan.

Hal-hal ini yang menjadi fokus (dan insyaAllah kompetensi) saya dan suami : Makanan bayi, pendidikan anak, kekerasan anak, lingkungan, pemberdayaan kekuatan lokal. Meskipun saat ini saya belum tau bagaimana keluarga kami bisa masuk dan menggerakkan masyarakat. Tapi ini adalah PR kami untuk bisa menjadi ‘cahaya’ bagi lingkungan tempat kami tinggal, sebelum kami beranjak jauh ke lingkungan yang lebih jauh.

 

Filed under: Bunda, , , , ,

Peran Peradaban

Setelah beberapa kali ikutan kelasnya Pak Harry Sentosa, lalu Talent Mappingnya Abah Rama, aku yakin, setiap diri ini sudah punya “peran peradaban”nya masing-masing. Terkait dengan potensi karakter dan bakat yang khas darinya, yang Allah ciptakan untuk menunjang peran tersebut.

Lalu aku berfikir, sebenernya apa peran peradabanku?

Sesuatu yang membuatku berarti, bermakna, dan bermanfaat bukan hanya untuk diriku sendiri, tapi untuk orang lain.

Kalau melihat latar belakang pendidikan formalku, Teknik Elektro, lalu perjalananku sampai akhirnya jadi ditakdirkan mencicipi profesi sebagai peneliti bidang Komputer. Tentunya gak ada yang salah dengan itu. Meskipun akhirnya dengan berani dan mantap aku tinggalkan jabatan itu karena memang hati ini gak bisa dibohongin, aku tidak suka elektro, aku tidak suka programming. Tapi pasti ada sesuatu yang membuat Allah menuliskan aku harus mampir dulu disitu.

Perjalananku menemukan teman sejati, ayahnya anak-anak. Lalu perkenalanku dengan dunia parenting dan pendidikan, sampai akhirnya mendalami dunia laktasi, ini adalah jalan berliku (banget) untuk sampai ke track-ku, bila memang benar ini jalannya.

Dan sampai saat ini, aku pun masih belum 100% mantap. DUNIA LAKTASI, inikah jalan dakwahku?

Kalau kompetensi ini diukur dengan diakuinya diriku sebagai konsultan internasional IBCLC, tentu aku tidak akan sampai. Apalah aku, dengan background teknik yang jauh dari dunia kesehatan. Persyaratan dasarnya saja tidak terpenuhi.

Kalau kebermanfaatan ini diukur dengan jumlah ibu yang terbantu. Waduuh.. ini lebih jauh lagi. Dengan kendalaku yang tidak bisa terlalu mobile, karena terikat jam kerja dan anak-anak yang masih kecil, jam terbang konselingku masih sangat minim untuk dikatakan sudah memberi manfaat.

Kalau pengakuan ini diukur dari jumlah karya yang dibuat, buku yang diterbitkan, artikel yang dibuat.. heuh.. maluu.. aku belum berbuat apa-apa. Banyak sekali diluaran sana yang dengan produktif menulis, mengedukASI, dan menginspirASI banyak orang. Sedangkan aku, karya yang kutulis baru sebatas saran untuk ibu yang konsultasi via Whatsapp atau FB messengger. Artikel yang ada barulah artikel pendahuluan untuk kelas online di whatsapp.

Tapi aku menikmatinya.

Aku antusias untuk belajar lebih dalam lagi tentang dunia laktasi. Menemukan fakta-fakta luar biasa tentang kehebatan ASI dan menyusui yang terus berkembang. Mengetahui bahwa proses natural ibu yang menyusui anaknya ini bukan hanya proses transfer nutrisi. Tapi juga membentuk ketahanan tubuh, optimalisasi kecerdasan kognitif dan emosional. Tak heran bila menyusui adalah anjuran yang tertulis dalam Al Qur’an karena memang ternyata sangat amazing. Menyusui adalah proses alami yang menjadi dasar kuat bagi seorang insan manusia untuk bisa tumbuh paripurna dalam seluruh aspeknya. Sayangnya, banyak dari kita belum mengetahuinya. Atau tahu, tapi pada prakteknya menemukan tantangan dan akhirnya gagal.

Yup. Dunia laktasi.

Inilah (salah satu) jurusan yang ingin kutekuni dalam universitas kehidupan ini.
Aku ingin membantu sesama ibu, mengedukASI mereka tentang pentingnya memberikan ASI pada buah hatinya.  MengedukASI bahwa tiap tetes ASInya adalah miracle yang harus diperjuangkan. Karena ASI adalah hak bayi untuk tumbuh optimal dan menyempurnakan susuan adalah perintah Allah. Karena bayi-bayi muslim yang sehat, pintar dan cerdas secara emosi adalah calon pemimpin kita nantinya.

Maka memang aku harus terus belajar, meningkatkan kapasitas diri, mengupdate selalu dengan penelitian dan ilmu terbaru, bertemu sebanyak ibu sebisa yang aku lakukan, memperbanyak jam terbang konseling dan menemui banyak kasus. Dan aku harus mulai mengikat ilmu ini dengan menulis. Ya, menulis menstrukturkan pemikiran, mengendapkan ilmu dan me-recall pengetahuan, yang jelas dengan menulis, aku bisa menyebarkan informASI dan mengedukASI lebih banyak orang. Inilah jejakku yang mungkin akan tetap ada bahkan ketika aku tidak ada.

Tak perlulah saat ini aku menghitung-hitung apa yang belum aku lakukan. Tapi mulai menghargai apa hal kecil yang sudah aku mulai. Menghargai setiap effortku. Bukan, bukan untuk ujub, tapi untuk meyakinkan diri, aku sudah berjalan sejauh ini dan aku berada di jalur yang tepat. Dan suatu saat, bila aku memang layak, kompetensiku mumpuni, aku akan lantang berkata “Ya, dunia laktasi ini memang jalanku. Dan aku terlahir untuk membantu ibu memberikan ASI pada anak-anaknya”.konseling-di-bansel

Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tugas Matrikulasi Institut Ibu Profesional – NHW#1

Filed under: Bunda, , , , , , ,

Nge-les

Suatu malam, baju Gaza basah kuyup habis wudhu

Bunda : Gaza, yuk ganti bajunya. Nih.. coba pegang bajunya, basah kan? Baju bunda kering, baju Gaza basah (sambil menyuruh Gaza memegang baju Bunda dan Baju Gaza)

Bunda mulai membuka baju Gaza

Gaza : enggak.. tutup aja. Malu. (menutup kedua tangannya ke muka)

Bunda : pfffhh… ngeles aja nih anak, ga mau ganti baju bilangnya Malu..

Filed under: Gaza

Bunda Gaza

Lilypie Breastfeeding tickers

Archives

my read shelf:
Lintang Dwi's book recommendations, favorite quotes, book clubs, book trivia, book lists (read shelf)

Aku dan dia

Kidzsmile Foundation

AIMI Jabar

Enter your email address to subscribe to this blog and receive notifications of new posts by email.

Join 9 other subscribers

Yang silaturahim

  • 92,992 hits